Nenek selalu digambarkan dengan seorang wanita tua dengan segala keterbatasan yang ada. Mungkin benar bila dikatakan seperti itu, tapi patut diketahui pula seorang nenek tak selalu digambarkan dengan kesusahan. Ada beberapa kekuatan magic di balik sosok nenek. Seperti gambar di atas, yaitu nenekku yang tak pernah mengeluh walau tinggal seorang diri.
Kali ini aku akan menceritakan perjalanan satu hari bersama nenek.
Perjalanan kami sekeluarga (ayah, ibu, aku dan dua adikku) dari Klaten menuju
Wonogiri tepatnya Batu Retno. Kami bergegas berangat dengan mobil saudara
dengan cuaca yang kurang bersahabat. Rabu (11/01) sore.
Mengitari berbagai tempat di Jawa Tengah memang mengasyikkan.
Satu tempat ke tempat lainnya tak luput dari keindahan. Pemandangan matahari
terbenam di balik deretan gunung menambah takjub yang perlu disyukuri. Liburan
berkunjung ke rumah nenek di semester awal ini jadi kenangan pertama bagiku.
Jalan dari Solo menuju Wonogiri memang sudah terbilang bagus
untuk dilalui. Terlihat dari lalu lintas yang terpantau lancar. Tetapi memasuki
jalur kecil menuju pelosok masih kurang bagus untuk dilalui, mungkin karena
akses jalan yang jarang digunakan.
Mamasuki kota Wonogiri aku sempat kaget dibuatnya. Banyak
yang berbeda dari kota-kota yang pernah ku kunjungi sebelumnya. Memang daerah
Wonogiri di kenal dengan pohon jatinya yang sangat banyak. Gunung semua
sebagian besar ditanami jati. Belum lagi suasanya yang masih asri karena masih
belum banyak kendaraan.
Daerah batu retno tempat nenek berada memang terbilang jauh
dari pusat kota. Memakan waktu yang cukup banyak untuk bisa sampai ke rumahnya.
Tapi, tak mengendurkan semangat kami dalam perjalanan ke sana.
Setelah tiga jam terlewati akhirnya kami sekeluarga sampai.
Rumah nenek masih sama seperti yang terakhir kali ku lihat, hanya saja bagian
dapur sudah di roboh. Entah kenapa, aku tak terlalu memperdulikan. Dan kalau di
perhatikan jarak antar rumah berjauhan dengan dikelilingi pepohonan yang tinggi
menjulang.
Setelah bersalaman dengan nenek, kami masuk bersama ke dalam
karena hari juga sudah gelap. Berbenah barang sebentar lalu mengambil air wudhu
tuk sholat. Seusai itu, bercengkerama sebentar dengan nenek melepas rindu
setelah sekian lama tak bertemu, kemudian terlelap melepas letih.
Keesokkan harinya, Kamis (12/01), kami mulai berkeliling desa
melihat pemandangan wonogiri. Melihat aset pohon jati yang dimiliki nenek
sambil sesekali bercanda. “Kalau dijual semua aset pohon jati milik mbah, mungkin bisa
dapet belasan juta”,kata ibuku sembari berjalan. Dalam hatiku, “kisaran harga
daerah desa mungkin ya, beda kalau di jual di kota”.
Seusai berkeliling, kami meyantap makanan bersama nenek
sambil minum air kelapa asli sangatlah menyegarkan. Terlebih pohon kelapa punya
nenek, yang buahnya banyak. Ingat, kelapa di sini banyak di gunakan kehidupan
sehari-hari. Dan biasanya nenek menggunakan kelapa yang sudah tua sebagai bahan
bakar untuk memasak.
Nenek yang usianya sudah mencapai sekitar 80 tahun masih kuat
menjalani hidup walau tak didampingi anak-anaknya. Dia rela anaknya tumbuh di
luar sana bahagia bersama keluarga kecilnya. Tak pernah mengeluh sudah menjadi
wataknya.
Sore tiba, kami sekeluarga berpamitan dengan nenek. Walau
sebentar tapi terasa kebahagiaan bagi kami. Untuk selanjutnya, semoga kami
masih diberi kesempatan berkunjung ke rumah nenek. Sambil melihat pemandan yang
terlihat dari balik kaca mobil, kami pun pulang.
Posting Komentar